ANALISIS PERTUMBUHAN BANK SYARIAH DI INDONESIA
Oleh : Ursa Yulianti
Sebagai
negara dengan penduduk muslim terbesar, sudah selayaknya Indonesia menjadi
pelopor dan kiblat pengembangan keuangan syariah di dunia. Hal ini bukan
merupakan “impian yang mustahil” karena potensi Indonesia untuk menjadi global player keuangan syariah sangat
besar, diantaranya seperti jumlah penduduk muslim yang besar menjadi potensi
nasabah industri keuangan syariah prospek ekonomi yang cerah, tercermin dari pertumbuhan
ekonomi yang relatif tinggi (kisaran 6,0%-6,5%) yang ditopang oleh fundamental
ekonomi yang solid, memiliki sumber daya alam yang melimpah yang dapat
meningkatkan pendapatan di industri keuangan syariah.
Perkembangan Ekonomi dan Perbankan
Nasional setelah mengalami tren perlambatan pertumbuhan ekonomi dalam kurun
waktu 5 tahun terakhir, ekonomi Indonesia di tahun 2016 mulai memperlihatkan
arah perbaikan yang ditunjukkan dengan angka pertumbuhan ekonomi yang tercatat
sebesar 5,02 %. Walaupun angka pertumbuhan ini masih di bawah target pemerintah
sebesar 5,20%, namun lebih baik dibandingkan pertumbuhan tahun 2015 yang hanya
mencapai 4,7%.
Dalam penilaian Global Islamic
Financial Report (GIFR) tahun 2011, Indonesia menduduki urutan keempat negara
yang memiliki potensi dan kondusif dalam pengembangan industri keuangan syariah
setelah Iran, Malaysia dan Saudi Arabia. Dengan melihat beberapa aspek dalam
penghitungan indeks, seperti jumlah bank syariah, jumlah lembaga keuangan
non-bank syariah, maupun ukuran aset keuangan syariah yang memiliki bobot
terbesar, maka Indonesia diproyeksikan akan menduduki peringkat pertama dalam beberapa
tahun ke depan. Optimisme ini sejalan dengan laju ekspansi kelembagaan dan
akselerasi pertumbuhan aset perbankan syariah yang sangat tinggi.
Dan juga dalam publikasi Islamic Financial Services IndustryStability
Report 2016, disebutkan perbankan syariah Indonesia
saat ini menjadi salah satu kontributor perkembangan perbankan syariah global
yang diestimasi memiliki total asset sebesar $1,9 triliun di akhir tahun 2016
dengan kontribusi sebesar 2,5% dari total asset keuangan syariah global.
Sumber :
http://www.ojk.go.id
Aset perbankan syariah di tahun 2016
tercatat meningkat sebesar Rp61,6 Trilliun, atau tumbuh 20,28%. BUS memberikan
sumbangan terbesar pada peningkatan asset perbankan syariah sebesar RP40,7
Trilliun. Pertumbuhan BUS yang signifikan mulai terjadi pada September 2016
dengan adanya konversi BPD Aceh menjadi Bank Aceh Syariah. Aset BPD Aceh
mencapai RP.18,95 Trilliun atau sebesar 51,8% dari total asset perbankan
syariah secara keseluruhan. Sebelum tahun 2016, komposisi asset perbankan syariah
didominasi oleh dua BUS terbesar, yaitu Bank Syariah Mandiri dan Bank Muamalat
Indonesia.
Perkembangan perbankan syariah di
Indonesia telah menjadi tolak ukur keberhasilan eksistensi ekonomi syariah.
Seperti halnya pada Bank muamalat sebagai bank syariah pertama dan menjadi
pedoman bagi bank syariah lainnya telah lebih dahulu menerapkan system ini
ditengah menjamurnya bank-bank konvensional. Karena sempat terjadinya Krisis
moneter yang terjadi pada tahun 1998 telah menenggelamkan bank-bank konvensional
dan banyak yang dilikuidasi karena kegagalan sistem bunganya. Sementara
perbankan yang menerapkan sistem syariah dapat tetap eksis dan mampu bertahan
dalam dunia perbankan.
Tidak hanya itu, di tengah-tengah krisis
keuangan global yang melanda dunia pada penghujung akhir tahun 2008, lembaga
keuangan syariah kembali membuktikan daya tahannya dari terpaan krisis.
Lembaga-lembaga keuangan syariah tetap stabil dan memberikan keuntungan,
kenyamanan serta keamanan bagi para pemegang sahamnya, pemegang surat berharga,
peminjam dan para penyimpan dana di bank-bank syariah.
Hal ini dapat dibuktikan dari
keberhasilan bank Muamalat melewati krisis yang terjadi pada tahun 1998 dengan
menunjukkan kinerja yang semakin meningkat dan tidak menerima sepeser pun
bantuan dari pemerintah dan pada krisis keuangan tahun 2008, bank Muamalat
bahkan mampu memperoleh laba Rp. 300 miliar lebih. Perbankan syariah sebenarnya
dapat menggunakan momentum ini untuk menunjukkan bahwa perbankan syariah
benar-benar tahan dan kebal krisis dan mampu tumbuh dengan signifikan. Oleh
karena itu perlu langkah-langkah strategis untuk merealisasikannya.
Langkah strategis pengembangan perbankan
syariah yang telah di upayakan adalah pemberian izin kepada bank umum
konvensional untuk membuka kantor cabang Unit Usaha Syariah (UUS) atau konversi
sebuah bank konvensional menjadi bank syariah. Langkah strategis ini merupakan
respon dan inisiatif dari perubahan Undang – Undang perbankan no. 10 tahun
1998. Undang-undang pengganti UU no.7 tahun 1992 tersebut mengatur dengan jelas
landasan hukum dan jenis-jenis usaha yang dapat dioperasikan dan
diimplementasikan oleh bank syariah.
Untuk perkembangan perbankan syariah itu sendiri di indonesia, selaku regulator, Bank Indonesia
memberikan perhatian yang serius dan bersungguh-sungguh dalam mendorong
perkembangan perbankan syariah. Semangat ini dilandasi oleh keyakinan bahwa
perbankan syariah akan membawa ‘maslahat’bagi peningkatan ekonomi dan
pemerataan kesejahteraan masyarakat. Pertama,bank syariah lebih dekat dengan sektor
riil karena produk yang ditawarkan, khususnya dalam pembiayaan, senantiasa
menggunakan underlying transaksi di sektor riil sehingga dampaknya lebih nyata
dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. Kedua,tidak terdapat produk-produk yang
bersifat spekulatif (gharar) sehingga mempunyai daya tahan yang kuat dan teruji
ketangguhannya dari direct hitkrisis keuangan global.
Secara
makro, perbankan syariah dapat memberikan daya dukung terhadap terciptanya
stabilitas sistem keuangan dan perekonomian nasional. Ketiga, sistem bagi hasil
(profit-loss sharing) yang menjadi daya tarik pada perbankan syariah yang
nantinya akan membawa manfaat yang lebih adil bagi semua pihak, baik bagi
pemilik dana selaku deposan, pengusaha selaku debitur maupun pihak bank selaku
pengelola dana.
A. Pengertian
Bank Syariah
Pengertian Bank
Syariah itu sendiri adalah Bank Islam atau selanjutnya disebut dengan Bank
Syariah, yaitu bank yang beroperasi dengan tidak mengandalkan pada bunga. Bank
islam atau biasa disebut dengan Bank tanpa Bunga, yang merupakan suatu lembaga
keuangan/perbankan yang operasional dan produknya dikembangkan berlandaskan
pada Al-Quran dan Hadits Nabi Saw. Atau dengan kata lain, Bank Islam bisa
dikatakan sebagai lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan pembiayaan
dan jasa-jasa lainnya dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang yang
pengoperasiannya disesuaikan dengan prinsip syariat islam.
Antonio dan
Perwataatmadja membedakan menjadi dua pengertian, yaitu Bank Islam yaitu bank
yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip syariah islam seperti misalnya
kegiatan bank yang tata cara beroperasinya mengacu kepada ketentuan-ketentuan
Al-Quran dan Hadist, sementara bank yang beroperasi sesuai syariah islam adalah
bank yang dalam beroperasinya itu mengikuti ketentuan-ketentuansyariah islam,
khususnya yang menyangkut tata cara bermuamalat secara islam. Maksud dari tata
cara bermuamalat itu adalah dijauhi praktik-praktik yang dikhawatirkan
mengandung unsur-unsur riba untuk diisi dengan kegiatan-kegiatan investasi atas
dasar bagi hasil dan pembiayaan perdagangan.
Hal ini
disebabkan karena bank sering dikatakan sebagai lembaga perantara keuangan atau
biasa disebut financial intermediary.
Artinya, lembaga bank adalah lembaga yang dalam aktivitasnya berkaitan dengan
masalah uang. Oleh karena itu usaha bank akan selalu dikaitkan dengan masalah
uang yang merupakan alat pelancar terjadinya perdagangan yang utama. Adapun
kegiatan dn usaha bank akan selalu terkait dengan komoditas antara lain :
1. Memindahkan
uang
2. Menerima
dan membayarkan kembali uang dalam rekening Koran
3. Mendiskontokan
surat wesel, surat order maupun surat berharga lainnya
4. Membeli
dan menjual surat-surat berharga
5. Membeli
dan menjual cek,surat wesel,kertas wesel, kertas dagang
6. Memberi
jaminan bank
Untuk
menghindari pengoperasian bank dengan sistem bunga, islam memperkenalkan
prinsip-prinsip muamalah islam. Dengan kata lain, Bank islam lahir sebagai
salah satu solusi alternatif terhadap persoalan pertentangan antara bunga bank
dengan riba. Dengan demikian, kerinduan umat islam Indonesia yang ingin
melepaskan diri dari persoalan riba telah mendapat jawaban dengan lahirnya bank
islam.
B. Karakteristik
Bank Syariah
1. Pelarangan
riba dalam berbagai bentuknya
2. Tidak
mengenal konsep nilai waktu dari uang (time-value
of money)
3. Konsep
uang sebagai alat tukar bukan sebagai komoditas
4. Tidak
diperkenankan melakukan kegiatan yang bersifat spekulatif
5. Tidak
diperkenankan menggunakan dua harga untuk satu barang, dan
6.
Tidak diperkenankan dua transaksi dalam
satu akad
C.
Faktor Pendukung Bank Syariah
terdapat beberapa faktor yang secara signifikan menjadi
pendorong peningkatan kinerja industri perbankan syariah, baik dalam kegiatan
penghimpunan dana maupun penyaluran pembiayaan.
1.
Ekspansi
jaringan kantor perbankan syariah mengingat kedekatan kantor dan kemudahan
akses menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi pilihan nasabah dalam membuka
rekening di bank syariah.
2.
Terdapat
banyaknya program edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat mengenai produk dan
layanan perbankan syariah semakin meningkatkan kesadaran dan minat masyarakat.
3.
Upaya
peningkatan kualitas layanan (service excellent) perbankan syariah agar dapat
disejajarkan dengan layanan perbankan konvensional.Salah satunya adalah
pemanfaatan akses teknologi informasi, seperti layanan Anjungan Tunai Mandiri
(ATM), mobile banking maupun internet banking.
Untuk mendukung hal ini, secara khusus
Bank Indonesia mendorong bank konvensional yang menjadi induk bank syariah agar
mendorong pengembangan jaringan teknologi informasi bagi BUS dan UUS
yangmenjadi anak usahanya. Dan faktor pendukung yang keempat adalah pengesahan
beberapa produk perundangan yang
memberikan kepastian hukum dan meningkatkan aktivitas pasar keuangan
syariah.
D.
Tantangan Pengembangan Perbankan Syariah.
Seperti halnya di tengah perkembangan industri
perbankan syariah yang pesat tersebut, perlu disadari masih adanya beberapa
tantangan yang harus diselesaikan agar perbankan syariah dapat meningkatkan
kualitaspertumbuhannya dan mempertahankan akselerasinya secara
berkesinambungan. Tantangan nya dibagi menjadi dua yaitu pada jangka pendek dan
pada jangka panjang.
Tantangan yang harus diselesaikan dalam jangka pendek
(immediate) antara lain:
1. Pemenuhan gap sumber daya insani (SDI), baik secara kuantitas maupun
kualitas.
2. Inovasi pengembangan produk dan
layanan perbankan syariah yang kompetitif dan berbasis kekhususan kebutuhan
masyarakat.
3. Kelangsungan program sosialisasi dan
edukasi kepada masyarakat.
Sementara tantangan yang harus
diselesaikan dalam jangka panjang antara lain :
1. Perlunya kerangka hukum yang mampu
menyelesaikan permasalahan keuangan syariah secara komprehensif.
2. Perlunya kodifikasi produk dan
standar regulasi yang bersifat nasional dan global.
3. Perlunya referensi nilai imbal hasil
(rate of return) bagi keuangan syariah.
Kesimpulan
Jadi, bisa disimpulkan bahwa
perbankan syariah sudah berkembang dengan sangat pesat dan meluas, serta mampu
bertahan ditengah adanya krisis-krisis keuangan yang terjadi di indonesia. Dan
juga sudah bisa dikatakan mampu beradaptasi dengan masyarakat umum terutama
pada penduduknya yang muslim.
Dalam upaya untuk menjaga stabilitas
sistem keuangan syariah yang stabil, kontributif dan inklusif, OJK secara
konsisten melakukan berbagai kegiatan penelitian dan pengembangan baik
dilakukan oleh internal maupun bekerja sama dengan lembaga lain. Disamping itu
juga diselenggarakan berbagai focus group
discussion (FGD), Forum Penelitian, Seminar dan Workshop dengan melibatkan
pihak di dalam negeri maupun di luar negeri.
Untuk meningkatkan peran industri
keuangan syariah yang kontributif dan inklusif, yang dapat menjadi alternatif
sumber pembiayaan program pembangunan nasional serta pemerataan kesejahteraan
masyarakat yang menjangkau seluruh daerah di indonesia.
ESSAI Ursa Yulianti on Scribd
Post a Comment